Landak Jawa yang siap dilepasliarkan. |
Terdapat sumber air alami yang dijadikan pemandian di kawasan ini. Namun karena erupsi pada 2010, akhirnya mata air ini tertutup. Selain itu ada goa Jepang yang pernah menjadi persembunyian tentara Jepang pada Perang Dunia ke-2 yang menarik wisatawan untuk berkunjung ke sana.
TNGM seluas sekitar 6400 hektare ini diketahui menjadi habitat berbagai satwa. Di antaranya Elang Jawa yang menjadi ikon kawasan ini, lalu berbagai jenis burung, lutung jawa, monyet ekor panjang, kucing hutan, kijang, juga landak. Macan tutul menjadi predator puncak kawasan ini, namun terakhir tercatat bukti keberadaannya satu dekade lalu. Meski sejumlah petugas dan warga mengaku masih bisa melihat keberadaannya pasca erupsi.
Tarko Sudiarno, ketua Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta menerangkan pelepasliaran landak ke TNGM dilakukan setelah dikeluarkannya keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Selama menunggu, landak-landak ini menjalani cek kesehatan, perilaku, termasuk diambil sampel darahnya.
“Setelah beberapa waktu menunggu keputusan pengadilan akhirnya kita menyaksikan landak bisa dilepas kembali ke habitat Gunung Merapi. Karena memang di sinilah rumah landak-landak tersebut,” ungkapnya.
Dia menambahkan, satwa tersebut sebelumnya ditangkap tak jauh dari kawasan Gunung Merapi. Sehingga kepulangannya ke habitat asal cukup beralasan.
“Landak cocok di Merapi karena memang habitatnya di sini. Menurut pelaku, mereka mendapatkan landak ini di sekitar lereng Merapi. Pelakunya ada yang masih remaja, sangat disayangkan. Apalagi ini untuk dikonsumsi. Masih saja ada penjual sate landak, padahal landak ikut menjaga ekosistem.”
Tarko pun berharap satwa yang dilepasliarkan ini bisa berkembang biak dan melengkapi aneka satwa yang sudah dulu ada di TNGM. Jika ekosistem kawasan Gunung Merapi bagus maka masyarakat sekitar termasuk Yogyakarta juga lah yang akan menikmatinya. Beberapa sungai yang mengalir ke kota Yogyakarta berhulu sungai di Merapi. Hutan Merapi juga menjadi komponen penting pembentukan mikro iklim sekitar.
“Seperti gunungan dalam wayang kulit dengan filosofi hamemayu hayuning bawono. Digambarkan ada keseimbangan antara satwa, tumbuhan. Kita bisa mewujudkan itu di Gunung Merapi. Makanya lebih cepat dilepas liarkan lebih baik. Mereka lebih baik mati di rumahnya sendiri dari pada mati di kandang manusia.”
Husni Pramono, Pelaksana Tugas Kepala Seksi Pengelolaan TNGM menambahkan, pilihan TNGM sebagai tempat pelepasliaran Landak Jawa sangat pas karena pasca erupsi 2010, pihaknya menemukan beberapa individu landak mati di sekitar lokasi.
“Pelepasliaran di sini, di bukit Plawangan sangat tepat karena kami dari balai taman nasional menemukan beberapa satwa ini mati di sekitaran lokasi ini. Diduga mati karena abu vulkanik dari Gunung Merapi. Di sini memang jadi habitat satwa itu sendiri.”
Husni berharap, kelestarian kawasan Gunung Merapi bisa membuat satwa Landak Jawa nyaman dan tidak turun kembali ke lahan pertanian masyarakat sekitar TNGM (bersambung).
No comments:
Post a Comment