Lepas Liar Sambut Hari Konservasi Alam Nasional (3)

M Wahyudi Kepala BKSDA Yogyakarta
Selain menunggu keputusan pengadilan, pelepasliaran Landak Jawa pada Selasa (23/7) itu juga memanfaatkan momentum Hari Konservasi Alam Nasional yang jatuh pada 10 Agustus lalu. Namun perayaan Hari Konservasi Alam Nasional baru dilaksanakan pada 31 Agustus sampai 3 September di Taman Nasional Bali Barat.

Wahyudi menambahkan, tahun ini pihaknya sudah melakukan beberapa pelepasliaran satwa. Pada Kamis, 11 Agustus, BKSDA Yogyakarta melepasliarkan seekor Elang Ular Bido, seekor Elang Brontok, dan seekor Musang Pandan. Elang-elang tersebut sebelumnya telah menjalani proses rehabilitasi di WRC, Kulon Progo. Satwa-satwa ini dilepas di Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo.

Jatimulyo dikenal sebagai desa ramah burung. Pada 2014 lalu pemerintah desa membuat peraturan desa (Perdes) terkait pelestarian alam, Perdes tentang mata air terjun pada 2016, dan Perdes tentang Desa Wisata pada 2018. Mereka juga membentuk Kelompok Tani Hutan Wana Paksi, di antaranya bertujuan melakukan konservasi burung. Sejak itu Jatimulyo tumbuh menjadi salah satu spot pengamatan burung terbaik di Yogyakarta.

Burung jenis raptor yang sama sebelumnya juga dilepasliarkan di kompleks Stasiun Flora Fauna Bunder, Gunungkidul, pada Selasa, 25 Januari. Keduanya menjalani perawatan dan observasi di di Pusat Rehabilitasi Raptor Stasiun Flora Fauna Bunder sejak 2013 lalu.

“Dalam tahun ini sudah banyak satwa yang dilepasliarkan oleh BKSDA Yogyakarta. Tahun ini untuk tukik sudah hampir 10 ribu. Kami punya grup WhatsApp BKSDA, selalu mengupdate tiap hari ada saja kegiatan pelepasliaran, terutama satwa yang dilindungi ke habitatnya.”

Landak yang dilepasliarkan merupakan hasil kerja sama Polda DIY, Polresta Yogyakarta, BKSDA Yogyakarta, WRC, SFF Bunder, Pertamina Rewulu, Jasa Raharja Yogyakarta, Gembira Loka Zoo, COP, dan pemerhati lingkungan. Wahyudi menyatakan terima kasihnya untuk semua pihak yang telah membantu pelaksanaan pelepasliaran.

“Merawat landak ini tidak mudah. Kami sendiri ada tempat rehabilitasi satwa di Bunder tapi kayaknya WRC ini lebih paham dan saya minta kemarin untuk dititipkan di sana sebelum dilepas. GL Zoo juga sudah mengambil sample darahnya, semoga ini bisa berkembang dengan baik.”

Wahyudi mengingatkan kawasan yang jadi tempat pelepasliaran juga harus menjadi perhatian agar satwa yang dilepas tidak kembali menjadi hewan buruan. Terlebih anggapan daging landak sebagai obat kuat masih dipercaya sebagian masyarakat. Di beberapa tempat bahkan ada yang berani menawarkan daging landak secara terbuka untuk dikonsumsi.

“Pengelola kawasan akan melakukan monitoring. Apakah landaknya nanti ditangkap lagi. Mitosnya bisa untuk obat kuat. Yang jelas landak adalah satwa dilindungi, mereka layak tinggal bebas di hutan, kecuali yang sedang berada di pusat penyelamatan satwa atau di kebun binatang.” (Bersambung)

No comments:

Post a Comment