Sutopo Warga Cokrokusuman Ubah Becak Jadi Perpustakaan


Sutopo dan becak perpustakaannya.
Perlahan becak bertuliskan “Ayo membaca” di bagian atas depan, keluar dari halaman rumah sederhana, melewati gang-gang sempit Cokrokusuman. Seorang pria berusia lanjut terus menuntun kendaraan tak bermesin itu hingga ke jalan besar. Becak itu lalu dikayuhnya. Pagi itu, Sutopo, 70 tahun, mengarahkannya ke Malioboro.

Becaknya sungguh istimewa. Di belakang dekat sandaran tempat duduk penumpang dia tambahkan rak buku berisi puluhan buku berbagai judul. Ada bacaan anak, pengetahuan umum, biografi, buku motivasi.

Sutopo sengaja menyediakan buku-buku itu untuk para penumpangnya, atau siapapun yang berminat membacanya secara gratis. Di antaranya sesama rekan seprofesinya.    

Manfaat Buku


“Membaca adalah kebutuhan. Jangan berhenti membaca karena dari membaca manusia memperoleh ilmu yang berguna,” kata Sutopo.

Ilmu apapun bisa diperoleh dari buku, katanya. Misalnya, buku silat yang dia gemari, bisa mengajarkan arti kepahlawanan.

“Yang jahat pasti kalah melawan pendekar pembela kebenaran.”

Becak Pustaka milik Sutopo.
Dari buku siapapun juga bisa belajar kisah kehidupan orang-orang besar. Bagaimana mereka menemukan ide, menjaga semangat, menghadapi tantangan, bangkit setelah jatuh, mewujudkan mimpi. Dia pun menjumput buku biografi Soekarno, salah satu koleksinya.

Berkat inisiatifnya menjadikan becak sebagai perpustakaan dirinya kerap diliput media dan diundang jadi bintang tamu acara TV. Wajahnya pernah nongol di Trans 7, Indosiar, Net, Antv, GTV, liputan 6, RTV. Di mesin pencarian google, ada 11.800 artikel tentang becak buku Sutopo, dan 158 pemberitaan mengenai dirinya.

Cinta Profesi


Selain di Malioboro, Sutopo lebih kerap terlihat di sepanjang Jalan Bumijo, tepatnya di timur Bank BPD DIY. Dia mengaku tidak ngoyo mencari penumpang. "Sudah ada pelanggan yang mencari. Anak-anak, ibu-ibu. Saya masih kuat bolak-balik tiga kali Jetis Bumijo lho.”

Sutopo menarik becak sejak tahun 2004. Dulunya dia pegawai sipil di Kodim 0734/Jogja. Setelah pensiun, dia pun mengayuh becak. “Mengayuh becak bisa membuat badan tetap bugar.”

Suatu saat Dinas Perhubungan mengadakan lomba desain becak. Dia pun tertarik mengikutinya. Padahal pendaftaran lomba lewat online. Akhirnya dia datang sendiri ke panitia untuk mendaftar. Meski tidak muncul sebagai pemenang, idenya menjadikan becak sebagai perpustakaan berjalan itu mendapat apresiasi.    

Sutopo menuntun becaknya pulang.
Sejak banyak diliput media, Sutopo jadi kebanjiran donasi buku. Di rumahnya ada ratusan buku berbagai judul sumbangan para donatur buku. Dia mengaku akan melakoni profesi menjadi tukang becak sampai raganya tidak kuat lagi. Sambil berharap buku-buku itu tetap bisa dibaca siapapun meski dia tidak mengayuh becak lagi.    

"Meski hanya tukang becak, setidaknya saya bisa ikut membantu mensukseskan program pemerintah Gerakan Indonesia Membaca," kata warga kampung Cokrokusuman, RT 40/RW 8, Cokrodiningratan, Jetis, Jogja ini.

Sekitar pukul lima sore Sutopo pulang ke rumahnya. Perlahan dia tuntun becaknya itu kembali memasuki gang-gang sempit di kampung Cokrokusuman.***

No comments:

Post a Comment