Relief bunga teratai di Candi Borobudur |
Kapsul Waktu
Sebagai sebuah mahakarya yang berasal dari abad kedelapan, relief Borobudur bisa dianggap semacam rangkaian snapshot film. Relief yang dibuat para artisan itu membawa pesan yang melampaui zaman dan generasi. Pahatan sangat baik dalam menggambarkan bentang alam, manusia, bangunan, flora, maupun fauna dan bisa menjadi informasi berharga untuk mengenali keadaan pada masa itu.
Seperti pada relief Lalitavistara yang bisa dijumpai pada teras kedua, terlihat pemahat sangat detil menggambarkan suasana, latar belakang dan adegan cerita. Apakah terjadi di tengah hutan, di desa, atau kerajaan. Pada waktu pagi, siang, atau malam. Flora dan fauna secara jeli dipahatkan untuk mendukung adegan, menandakan sebuah tempat, juga menjadi penanda waktu. Penelitian untuk mengungkap flora dan fauna dalam relief Lalitavistara itu pun menghasilkan beberapa temuan menarik.
Pengkaji pelestarian cagar budaya ini mengatakan relief Lalitavistara merupakan relief yang diambil dari sutra (kitab) Lalitavistara dari India. Namun pemahat memindahkan cerita biografi Sang Buddha pada lingkungan Jawa Kuno pada masa Kerajaan Mataram Kuno yang dikuasai dinasti Syailendra.
“Artinya apa, artinya semua penggambaran baik itu manusia, kondisi lingkungan sekitar, seperti pepohonan, alat transportasi, juga seperti halnya faunanya itu dipahatkan sesuai dengan kondisi lingkungan Jawa Kuno pada saat itu sekitar abad 8 hingga 10 Masehi,” ungkapnya dalam sebuah kesempatan.
“Relief Lalitavistara dijumpai pada dinding utama Candi Borobudur pada lorong satu, sehingga apabila kita naik ke Candi Borobudur masuk melalui tangga timur maka pada saat kita menghadap ke arah candi relief tersebut adalah relief yang pertama kita lihat. Ada dua deret relief pada dinding candi, relief Lalitavistara berada pada deret yang atas.”
Cara membaca relief dimulai dari sisi timur kemudian secara Pradaksina atau berputar pada lorong candi searah jarum jam, hingga berakhir pada tangga timur di sisi kanan. Borobudur sendiri merupakan sebuah konsep Mandala yang merepresentasikan kehadiran Gunung Mahameru, tempat bersemayamnya para dewa. Tempat itu dikelilingi tujuh lautan, tujuh pegunungan, dan danau yang berisi air suci.
“Segala komponen biotis maupun abiotis yang berada di sekitar itu kalau kita mau mengetahui, kuncinya ya membaca relief Candi Borobudur tadi. Karena relief Candi Borobudur ini menyimpan informasi, saya sering menyebut ini sebenarnya kapsul waktu yang ditinggalkan nenek moyang kita sebagai petunjuk untuk memahami tingginya nilai peradaban kita di masa lalu.”
Terlebih karena relief Candi Borobudur bercorak naturalis dan proposional sehingga bisa diidentifikasi apa yang dipahatkan para artisan pada relief itu. Bahkan para pemahat cukup cermat memahat jenis tanaman yang memiliki beragam spesies, seperti mangga.
“Pada relief tersebut juga digambarkan flora dengan sangat detil. Bahkan sampai ke tingkat spesies. Jadi kalau saya dan para ahli dari LIPI yang juga bekerja sama di bidang identifikasi flora ini, mereka mengatakan arsitek yang membangun dan memahat di Candi Borobudur sudah sangat paham taksonomi tanaman.”
Selain itu nenek moyang mampu membuat relief flora dan fauna yang disesuaikan dengan ekosistemnya. Hasil pahatannya bisa memberikan petunjuk lingkungan apa yang sedang digambarkan. Apakah di hutan, danau, sungai, desa, kerajaan, atau pertapaan. Misalnya, jika itu mengambarkan pertapaan maka ada relief teratai.
(Bersambung)
No comments:
Post a Comment