Relief Lalitavistara Borobudur Ungkap Penyebaran Vegetasi di Masa Lampau (1)

Memandangnya dari kejauhan saat embun belum meninggalkan ujung rerumputan, Candi Borobudur bagai bunga lotus yang muncul dari danau. Selimut kabut di antara bukit seperti riak air. Di perbukitan Menoreh yang membujur dari Timur ke Barat bangunan mahakarya dari abad 8 Masehi itu megah berdiri.

Candi Borobudur ditemukan pertama kali pada 1814 saat Inggris menguasai Jawa. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda pada 1907 hingga 1911 melakukan pemugaran pertama. Pemerintah Indonesia melanjutkan pemugaran total pada 1973 hingga 1983.

Pada 2020 beberapa peneliti dari LIPI, Balai Konservasi Borobudur, ITB, UNS, melakukan kerja sama penelitian untuk mengidentifikasi flora dan fauna pada relief Lalitavistara. Pada tahun ini diharapkan publikasi ilmiah dari penelitian lanjutan identifikasi tumbuhan pada relief Karmawibhangga bisa terbit.

Didirikan oleh dinasti Syailendra antara tahun 778 M hingga 824 M, pembangunan candi era Mataram Kuno ini diperkirakan memakan waktu puluhan tahun dan dikerjakan dalam beberapa tahap.

Candi Buddha terbesar di dunia ini kurang lebih tersusun dari dua juta bongkahan batu vulkanik yang berasal dari gunung berapi di sekitarnya. Ada Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, Sumbing dan Sindoro di sebelah Barat. Kini hanya Gunung Merapi yang masih aktif.

Borobudur sengaja dibangun di lingkungan yang tidak jauh dari air. Bangunan ini terletak dekat pertemuan dua sungai, yaitu sungai Elo dan sungai Progo. Sepertinya ini meniru pada dua sungai di India yaitu Sungai Yamuna dan Sungai Gangga tempat bangunan suci didirikan.

Dari penelusuran, bahkan beberapa nama tempat di sekitar candi berasosiasi dengan lingkungan air seperti Dusun Sabrangrowo yang berarti seberang rawa. Ada pula Desa Bumisegoro, segoro berarti lautan. Dusun Gopalan, yang merupakan singkatan nganggo kapal atau memakai kapal. Lalu ada Desa Tanjung dan Dusun Teluk yang merujuk daratan yang menjorok ke lingkungan danau dan perairan yang masuk ke daratan.

Hari Setyawan, Arkeolog yang bekerja pada Balai Konservasi Borobudur menjelaskan, selain dikelilingi pegunungan dan perbukitan, candi yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia ini pada saat dibangun juga berada di tengah-tengah danau. Keberadaan tapak danau purba telah dibuktikan lewat temuan endapan lempung hitam yang merupakan endapan danau.

Namun danau yang kita bayangkan tidak sebesar misalnya Danau Toba, atau Telaga Warna. Hanya ada tampak genangan-genangan air dan rawa-rawa yang mengelilingi Candi Borobudur pada saat itu. Kalau di musim hujan akan penuh dengan air, namun di musim kemarau akan ada rawa-rawa,” katanya Senin, 24 Januari lalu.

Candi Borobudur memiliki 10 tingkat. Terdiri dari enam tingkat bagian bawah berbentuk bujur sangkar yang makin ke atas makin mengecil, dan empat tingkat lainnya berbentuk bulat dengan puncak berupa stupa besar. Dari literatur ada yang menyebutkan bahwa bentuk stupa meniru daun pohon Bodhi. Pohon ini disucikan oleh penganut Buddha dan dipercaya sebagai tempat Sidarta Gautama melakukan kontemplasi.

Melihat lebih dekat melalui pahatan pada dindingnya kita akan semakin dibuat kagum pada mahakarya ini. Relief hampir bisa ditemukan pada semua teras, kecuali pada teras ke tujuh hingga sepuluh. Mulai dari kaki candi yaitu Karmawibhanga (Kamadhatu), lanjut ke Lalitavistara, Gandawyuha-Bhadracari, Jataka-Avadana.

Total ada 1460 panel relief yang dipahat dengan cermat dan indah. Panel-panel itu memberikan informasi berharga bukan hanya mengenai pesan-pesan agama Buddha namun juga penggambaran masyarakat, budaya, dan lingkungan Jawa Kuno.

Relief Karmawibhangga menggambarkan perilaku manusia yang masih dipengaruhi nafsu duniawi. Sebagian besar reliefnya saat ini tertutup batu. Ruphadatu yang terdapat pada badan candi reliefnya menggambarkan perilaku manusia yang mulai sadar dan ingin meninggalkan nafsu duniawi. Pada dinding bagian atas disebut Lalitavistara, berisi 120 panel. Relief menceritakan riwayat hidup Buddha Gautama. Dari saat Pangeran Sidharta belum lahir, meninggalkan istana, hingga mendapat pencerahan.

Relief Manohara dan Avadana berisi 120 panel menceritakan perkawinan Pangeran Sudana dengan Bidadari Manohara. Relief Jatakamala yang berisi 372 panel dan Jataka yang berisi 128 panel menceritakan reinkarnasi Buddha sebelum dilahirkan menjadi manusia. Relief Gandawyuha berisi 216 panel sementara Jataka Avadana berisi 100 panel menceritakan penjelmaan Bodhisattva sebagai satwa.

Terkait asal usul nama Borobudur ada beberapa pendapat. Antara lain pendapat yang mengatakan Bara yang berarti biara dan budur menunjuk tempat di bukit. Ada pula yang menyatakan Borobudur sudah disebutkan dalam prasasti Sri Kahulunan bertahun 842 M dalam kalimat sang kamulan ni bhumi sambhara budara yang berarti tempat berkumpulnya kebajikan Buddha. 

Satu-satunya prasasti yang menyebut keberadaan atau eksistensi Borobudur itu cuma prasasti Sri Tepusan atau Prasasti Sri Kahulunan. Dengan angka tahun 842 Masehi. Cuma satu itu. Tapi kalau kita bicara masalah flora ya kita enggak mungkin pakai satu prasasti saja. Carilah prasasti yang berada pada masa yang sama kemudian dicari ada apa saja kata yang disampaikan dalam prasasti itu yang menunjukkan adanya eksistensi spesies tanaman tadi,” terang Hari. 

 (Bersambung)

No comments:

Post a Comment