Feses luwak dengan biji kopi yang tertinggal di dalamnya. |
Di alam liar, luwak pemakan kopi
kerap dijumpai di dekat sungai, yang terdapat perkebunan kopi, dengan kontur
berbukit. Luwak termasuk binatang malam, dan suka hidup di atas pohon. Mereka
menandai wilayahnya dengan bau-bauannya yang khas.
Selain makan buah-buahan,
luwak juga suka makan serangga, ikan, belut. Menurut Sugeng, luwak yang
dipelihara di tempatnya bekerja selain diberi makan buah-buahan juga diberi
makan ikan bawal.
Ada dua jenis yang dipelihara di
penangkaran, luwak kembang dan pandan. Luwak kembang bercirikan bulunya ada
bagian yang berwarna putih keabu-abuan. Sementara luwak pandan warna bulunya
lebih gelap.
Langka
Luwak kadang-kadang juga ditemukan
di perkampungan. Ini karena habitat luwak rusak sehingga mereka terpaksa
mencari makan di rumah penduduk. Karena kelaparan mereka makan burung piaraan
atau ayam di malam hari.
Tingginya permintaan dan harganya
yang kelewat mahal membuat banyak petani akhirnya membudidayakan luwak untuk
diambil feses yang ada biji kopinya. Terlebih keberadaan luwak di alam liar
semakin jarang.
Beberapa tahun belakangan mulai
marak menjadikan luwak atau musang sebagai binatang piaraan. Sebagai hewan
eksotis, luwak memang bisa dijadikan hewan piaraan seperti kucing. Bulunya
lembut dan suka dibelai.
Kandang sederhana berisi luwak pandan dan luwak kembang. |
Luwak juga disebut palm civet cat.
Ini karena bentuknya memang mirip kucing, dengan ekor yang lebih panjang, kaki
lebih pendek, dan sering terlihat di pohon aren.
Mukanya mirip rakun. Warna
bulunya hitam, abu-abu, bercampur bercak kuning emas dan putih. Seperti kucing,
luwak punya kumis juga. Namun dibanding moncong kucing, punya luwak lebih
runcing.
Ditemui dalam kesempatan berbeda,
Tuhar, petani kopi di Temanggung, berbagi cerita kebiasaan luwak liar yang
masih bisa ditemui di kebunnya.
“Di kebun saya ada yang liar. Luwak
liar memilih satu pohon yang biji kopinya merah semua, yang terkena matahari
langsung.”
Setelah aktif makan di malam hari,
luwak liar membuang kotorannya di kebun kopi, di atas batu, atau di perkebunan
bambu. Pada pagi hari petani kopi mengumpulkannya untuk dipisahkan dengan kopi
hasil petik.
“Kalau yang sudah ahli mencium, kopi
hasil luwak tangkar atau liar bisa tahu,” katanya saat ditanya apa beda kopi
luwak liar dan tangkar.
Dalam sebuah pameran, Tuhar pernah
membawa kopi luwak 15 kilogram dan dibeli per kilonya Rp 1,5 juta. Meski begitu
dia tidak tertarik untuk menangkar luwak dan lebih memilih menjadi petani kopi
dan memproduksi kopi hasil tanam kebun.
“Saya tidak mau lama-lama orang
mengenal saya Tuhar luwak,” katanya bercanda.
Kesejahteraan Satwa
Mahalnya kopi luwak, dan tingginya
pemintaan kopi menyebabkan petani berpikir untuk membudidayakannya. PETA
(People for the Ethical Treatment of Animals), beberapa waktu lalu melakukan
investigasi di Indonesia dan Filipina sebagai negara penghasil kopi luwak
terbesar dunia. Mereka mengklaim menemukan sejumlah perlakuan yang tidak
memperhatikan kesejahteraan satwa.
Dalam investigasinya mereka
mendapati luwak yang dimasukkan ke dalam
kandang sempit menjadi stres, luka karena menggigiti kandang. Pemberian pakan
yang salah menyebabkan mereka kurus, dan banyak yang mati.
BBC juga melakukan liputan
investigasi di Indonesia pada 2013. Mereka menemukan luwak berada dalam kandang
sempit dan tanpa tempat memanjat. Padahal di alam liar satwa ini suka memanjat
dan berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya.
Sugeng memunguti feses luwak dari bawah kandang. |
Kopi luwak yang dihasilkan dari
petani ini kemudian diekspor oleh perantara dengan label kopi luwak liar,
hingga sampai ke Inggris. Tidak ada penjelasan dalam kemasan bahwa kopi luwak
diperoleh dari luwak yang dikandangkan.
Terkait masih adanya penangkar yang
tidak memperhatikan kesejahteraan satwa, Mukidi, petani dan aktivis gerakan
petani kopi mandiri asal Temanggung mengatakan di daerahnya memang masih ada
yang menangkarkan luwak untuk menghasilkan kopi mahal.
“Sangat sedikit yang dipelihara.
Lebih banyak yang liar, tidak ditangkar. Menurut saya asal liar ok. Kalau
ditangkar harus diperhatikan bagaimana dia dirawat, jangan sampai dipaksa.”(Habis)***
No comments:
Post a Comment