Rahasia Anas Syahrul Alimi Sukses Jadi Promotor Musik (2)

Prambanan Jazz 2017


“Saya boleh kalah secara finansial, tapi tidak boleh secara event.”

Bisnis itu nyaris seperti judi. Kadang untung, kadang rugi. Menyikapi keuntungan gampang, tapi bagaimana kalau pas apes dirundung kerugian?

“Mungkin banyak yang tidak tahu, saya itu sering melakukan investasi kerugian,” kata Anas Syahrul Alimi, penggagas Prambanan Jazz ini.

Maksudnya?

“Investasi kerugian itu begini. Bagi saya ketika suatu event itu sudah pasti rugi saya nggak akan berhenti. Dan itu hukumnya haram bagi saya.”

Suatu event boleh rugi, tapi jangan lalu kualitasnya drop. Begitu kira-kira. Bagi Anas Syahrul Alimi, “Saya boleh kalah secara finansial, tapi tidak boleh secara event.”

Gelaran Mocosik
Sebab siapa tahu, investasi kerugian yang ditanam sekarang, justru menuai keuntungan kelak. Modal boleh nggak kembali, tapi acara harus meledak. Keuntungan ditangguk di gelaran berikutnya. Gelaran berikutnya harus lebih sukses.

“Ada cerita lucu,” kata Anas namun seperti tidak sedang bercanda. “Waktu itu kita bikin konser satu artis besar. Bagi saya ini pasti ramai. Di luar dugaan, tidak laku. Tapi saya dapat sponsor utama.”

“Saya masih optimis. Saya terkenal orang yang selalu optimis. Bahkan teman-teman menyebut saya ndablek. Saya tidak pernah pesimis, berpikiran negatif ini nanti sepi. Tidak. Saya selalu optimis.”

“Biasanya setiap hampir weekend (jumlah pemesanan tiket) mulai naik, ini tidak. Sampai hari H juga tidak naik. Tiket cuma terjual sekitar 200 sampai 300 lembar. Padahal targetnya sekitar 2000. Saya bisa bayangkan pasti terjadi oblong-oblong, dan sponsor pasti kecewa. Padahal secara konsep acaranya sangat bagus.” 

Apa akal Anas?

“Saya punya cara. Coba bikin kuis deh. Kuis di radio. Siapa yang bisa jawab dapat tiket gratis dari Rajawali. Yang daftar 3000! Lewat SMS. Padahal kita hanya ingin beberapa orang. Sampai hari H -1 hanya 300 orang. Ya sudah saya putuskan kirim SMS 1500 orang menyatakan anda menjadi pemenang. Begitu hari H ramai. Sponsor pikir ini ramai, next event mereka sponsori lagi.”

Bagaimana dengan ide?

“Munculnya ide itu nggak bisa didrive,” kata Anas Syahrul Alimi.

“Misalnya ketika saya bikin konser Trio Lestari 1. Waktu itu saya lagi ngopi di kedai kopi. Tiba-tiba terlintas bagaimana ya bikin konser yang datang cewek tapi cowoknya juga datang. Akhirnya kepikiran,  artisnya harus cowok yang lagu-lagunya populer dan digemari cewek.” 

Ramuannya itu terbukti cespleng. Padahal pengiklan ragu, bahkan awalnya tidak ada mau. 

“Idenya itu muncul sekitar bulan September atau Oktober 2010. Saya cari sponsor tidak ada yang mau.”
Anas masih ingat tanggal pementasannya di Jogja, 6 Februari 2011.

IndiHome Prambanan Jazz
“Ok, saya tetap jalankan saja. Akhir Januari tiket sudah habis, di luar dugaan.”

Saran buat EO dari Anas Syahrul Alimi, kalau mau bikin konser musik, bikinlah konser musik yang ada pembedanya

“Dan jangan pernah menyerah. Saya juga banyak mengalami kegagalan, tapi jadikan itu sebagai pelajaran,” kata alumni salah satu perguruan tinggi yang telah mencetak jutaan guru ini. (Habis)

No comments:

Post a Comment