Tempat batere di becak listrik. |
Pada versi kedua, kecepatan becak listrik bisa mencapai 30 km perjam. Selain mengandalkan sinar matahari, becak listrik versi kedua ini juga bisa dicharge menggunakan colokan listrik.
“Harga total Rp 17 juta, Rp 5 juta untuk becaknya, dan Rp 12 juta untuk alat-alatnya,” kata Wahono, yang telah menjadi pengemudi becak sejak 1999 lalu.
Dia pernah memakai sepeda kayuh, juga becak motor yang diwacanakan bakal dihapus keberadaannya di kota Jogja.
“Becak listrik tenaga matahari ini membantu. Kalau genjot terus kan capek. Pakai ini genjot seperlunya saja. Sambil menunggu penumpang bisa ngisi baterai.”
Namun dia mengaku, masih lebih enak memakai becak motor meski harus membeli BBM Rp 20 ribu untuk pemakaian 3 hari. Alasannya, becak motor lebih kuat, jarak tempuh bisa lebih jauh. Ada saja penumpang yang memilih becak motor karena membawa banyak barang. Wisatawan yang punya waktu terbatas juga bisa berkeliling menikmati kota lebih cepat dibanding becak kayuh.
Sejauh pengamatannya, belum banyak penarik becak seperti dirinya yang tertarik untuk pindah ke becak listrik. Kecuali jika aturan larangan menggunakan becak motor benar-benar dilaksanakan barulah mereka menggantinya. Itu pun jika pemerintah mau menukar becak motor yang dimiliki dengan becak listrik. Sebab untuk membeli yang baru mereka mengaku kesulitan.
Namun menurut Wiwin, banyak penarik becak yang mau beralih ke becak listrik.
“Mau sekali, banyak penarik becak yang pada datang ke sini. Di kira saya membuat banyak. Padahal hanya prototipe, contoh. Harapannya nanti pemerintah bisa mensubsidi atau menghibahkan.”
Di kantor Inovation Center for Automatic (ICA) UGM, Kamis, 13 Desember, beberapa teknisi sedang memasang dinamo tenaga listrik yang ditempatkan di belakang sadel. Ada rantai tambahan yang menghubungkan dinamo dan as roda belakang. Sehingga becak listrik buatan UGM ini memiliki dua rantai. Rantai satunya lagi terhubung dengan pedal.
Sebanyak 12 buah becak listrik dibagikan kepada penarik becak pada Kamis, 20 Desember lalu. Para penarik becak itu biasa mangkal di sekitar kampus. Bersama-sama Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEKP) dan ICA, becak listrik diperkenalkan untuk mengganti becak motor dan becak kayuh yang dianggap kurang manusiawi di era sekarang.
Pengembangan becak listrik ini dilakukan Fakultas Teknik, dengan dukungan CSR sejumlah BUMN. Dalam sebuah keterangan pers, Jayan Sentanuhady, kepala ICA, mengatakan pengembangan becak listrik telah dilakukan sejak 2016, dan kini masuk seri enam.
Becak listrik UGM ditenagai motor listrik 48 Volt, dengan baterai 48 Volt 12 Ah, dan daya 1.500 Watt. Ada tempat colokan listrik pada body becak di bagian samping kanan belakang. Pengisian selama 3 hingga 4 jam bisa untuk menempuh jarak 30 sampai 35 km.
Di Mobilijo, penarik becak yang ingin mengubah becak kayuh menjadi becak listrik butuh dinamo sekurang-kurangnya 800 Watt, kata Wiwin. Baterai empat buah, dengan kapasitas minimal 18 ampere. Selain itu perlu controller, yang biasanya sudah menjadi satu dengan dinamo saat pembelian.
Wiwin
berharap, kelak pemerintah menyediakan stasiun pengisian listrik
untuk mendorong pemakaian kendaraan listrik termasuk becak ini.*** (Habis)
Catatan: Versi tulisan yang lebih pendek telah diterbitkan dan dapat dibaca di sini.
No comments:
Post a Comment