Wahono dan becak listriknya. |
“Ya pokoknya nekat saja. Sampai pernah karena tidak ada kontrolnya begitu ditekan langsung kencang,” ujarnya sembari tertawa. “Akhirnya ketemu alat yang bisa atur speed supaya pelan.”
Masalah lainnya, dulu dia bingung di mana bisa membeli sparepart dinamo. Sampai seorang teman membantunya mendapatkan sparepart dari China, yang lalu diwujudkan menjadi sepeda listrik. Pada akhir 2012 lalu, inovasi becak listrik pertamanya pun tercipta. Diperkenalkan di titik nol kilometer Yogyakarta pada 2013.
“Itu pesanan Mas Hanafi Rais. Dia ke rumah, karena tahu saya mengembangkan sepeda listrik. Terus minta saya membuat becak listrik. Dibiayai sama dia.”
Termasuk becak yang diperkenalkan di Jakarta oleh politisi ini beberapa waktu lalu, juga buatannya.
“Di Jakarta kan ada wacana menghidupkan becak yang sudah ada di kampung-kampung. Saya disuruh buat lagi untuk Jakarta.”
Mulai Menapaki Jalan
Wahono, warga terban Yogyakarta, memarkir becak listriknya di sebelah Timur Tugu Jogja, Jumat, 21 Desember 2018. Ditemani rekannya yang lain, mereka sabar menunggu calon penumpang yang tertarik berkeliling kota dengan kendaraan roda tiga ini.
Beberapa pejalan kaki yang melintas tampak melirik becaknya yang terlihat beda. Di atas tudung becak terdapat panel surya. Sementara pada roda belakang ada dinamo yang terpasang di asnya. Ada kabel yang menjuntai, lampu sein, panel, dan pengatur kecepatan.
“Tenaganya pakai solar sel,” kata Wahono. “Di bawah ada dinamo untuk pengangkatan. Digas, lalu jalan.”
Dia lalu membuka jok untuk memperlihatkan letak baterai, tempat energi listrik dari panel surya disimpan. Jumlahnya ada empat buah. Katanya, baterai bisa dibeli di toko-toko. Harganya masing-masing Rp 900 ribu. Dengan pengisian 6 jam, mampu dipakai untuk 4 jam.
Becak listrik itu bukan miliknya. Dia menyewa dengan harga Rp 10 ribu per hari. Becak listriknya merupakan kendaraan ramah lingkungan yang dikembangkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Piri Yogyakarta. (Bersambung)
No comments:
Post a Comment