Pada Senin, 31 Mei lalu, bertempat di Jakarta, empat wali kota menandatangani komitmen untuk perubahan iklim. Mereka adalah Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana, Walikota Ternate Tauhid Soleman, Walikota Samarinda Andi Harun, dan Walikota Mataram yang diwakili oleh Asisten Daerah 1 Pemerintah Kota Mataram Lalu Martawang.
Ada lima walikota baru terpilih untuk periode 2021-2025, yang tergabung dalam sepuluh kota percontohan Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC). Lima walikota baru itu dari Bandar Lampung, Samarinda, Banjarmasin, Gorontalo dan Ternate. Lima kota percontohan lainnya adalah, Cirebon, Mataram, Kupang, Pekanbaru, dan Pangkalpinang.
Penandatanganan komitmen walikota untuk perubahan iklim itu bisa menjadi momentum bagi walikota baru untuk menegaskan kepedulian mereka dalam mendorong pembangunan pro iklim yang berkelanjutan.
Kesepuluh kota berkomitmen memastikan pembangunan daerah yang berketahanan iklim dan inklusif, lewat upaya pengintegrasian penanganan perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan di wilayah masing-masing. Pemerintah Indonesia sendiri berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Selain itu Indonesia menargetkan membangun 20 ribu kampung iklim pada 2024.
CRIC merupakan salah satu proyek dari United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) yang didanai oleh Uni Eropa. Wilayah kemitraan berada di Asia Tenggara, Asia Selatan dan Eropa. Di Indonesia dikelola oleh Asosiasi Pemerintah Kota/Daerah se-Asia Pasifik melalui kerja sama dengan 10 kota percontohan.
UCLG ASPAC sendiri berafiliasi dengan UCLG, Asosiasi Pemerintah Kota tingkat global yang terletak di Barcelona, Spanyol. UCLG menjadi satu-satunya organisasi pemerintah daerah yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kantor Sekretariat UCLG ASPAC berada di Jakarta, dengan jaringan lebih dari sepuluh ribu pemerintah daerah.
Seperti diketahui, Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016. Bersama negara-negara lain, Indonesia berkomitmen untuk menjaga kenaikan temperatur global pada abad ini di bawah 2 derajat celcius, serta membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat celcius.
Ratifikasi ini melahirkan sejumlah konsekuensi. Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan isu kerentanan bencana dan perubahan iklim sebagai upaya mencapai tujuan pembangunan nasional dan komitmen global.
Dokumen UCLC ASPAC menyebutkan, upaya tersebut dilakukan dengan menitikberatkan strategi peningkatan ketahanan terhadap risiko perubahan iklim dan aksi mitigasi perubahan iklim. Caranya melalui pelaksanaan pembangunan rendah karbon, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari tingkat daerah dan hingga nasional.
Kegiatan penandatanganan komitmen dan dialog yang berlangsung secara hybrid ini juga dihadiri oleh Direktur Adaptasi Perubahan Iklim KLHK Sri Tantri Arundhati, Sekjen UCLG ASPAC Bernadia Irawati Tjandradewi. Sementara Konselor untuk Lingkungan, Aksi Iklim Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Henriette Faergemann menyaksikan secara online. (bersambung)
No comments:
Post a Comment