I Gusti Putu Suryadarma |
Nilai Kearifan
Keunikan letak geografis Indonesia
yang berada di cincin api, terbentang di katulistiwa, berbentuk kepulauan,
akhirnya membentuk keanekaragaman ekosistem, kebudayaan, pengetahuan.
Suryadarma menambahkan, orang
Indonesia kerap menyebut dirinya dalam konstelasi tempat ketika menerangkan
asal. Misalnya, selatan gunung, seberang sungai. Ini menandakan mereka
menghargai tempat, dan menjadi bagian dari alam.
“Orang yang memegang teguh tradisi,
suku pedalaman, mereka hidup harmonis dengan alam. Alam dan manusia tidak
terpisah. Kalau dia memotong pohon, memotong gunung, sama seperti memotong
dirinya sendiri,” paparnya.
Untuk langsung menuju tulisan bagian pertama klik di sini.
Untuk langsung menuju tulisan bagian terakhir atau ketiga klik di sini.
Untuk langsung menuju tulisan bagian pertama klik di sini.
Untuk langsung menuju tulisan bagian terakhir atau ketiga klik di sini.
Perilaku berbeda justru kerap
ditunjukkan oleh orang luar yang datang untuk mengeksplorasi dan
mengeksploitasi alam. Banyak yang kehilangan orientasi antara memenuhi
kebutuhan atau keinginan. Dampaknya berkembang sikap rakus dan merusak alam.
Sikap memaksakan diri ini muncul
pula saat menafsirkan perilaku orang lain hanya memakai perspektif sendiri.
Sehingga cara terbaik yang harus dilakukan adalah lebih dulu memahami persoalan
memakai cara pandang masyarakat setempat.
Dia memberi contoh bagaimana
kearifan lokal telah mendorong penyelamatan lingkungan, yang berujung pada
hidup manusia yang harmonis lestari.
“Orang sudah tahu motong bambu
jangan bulan purnama, jangan musim hujan. Air naik, bambu mudah dimakan
(hama).”
Kawah di dataran tinggi Dieng. |
Contoh lain, daun kelor yang kini
populer sudah ditulis dalam daun lontar 1000 tahun lalu, katanya.
“Tantangan bagi kita teliti
kandungannya, gunakan sains, untuk pemanfaatan sekarang,” jelasnya.
Suryadarma membeberkan penelitian
yang dia lakukan atas pengaruh suara serangga garengpung bagi tanaman kentang.
“Berangkat dari mitos bahwa kalau
ada suara garengpung pertanda hasil panen akan bagus, kita teliti berapa
vibrasinya, lama pemaparan, pengaruhnya pada stomata umbi kentang. Basisnya
etnoekologi.” (Bersambung)
No comments:
Post a Comment