Melihat Bunga Amarilis Jelmaan Bidadari di Gunungkidul

Sukadi perintis dan pemilik taman bunga amarilis di Gunungkidul (foto).
Bunga amarilis (Amaryllis spp.) semakin populer di kalangan pecinta tanaman hias. Warnanya beraneka. Ada putih, merah, perpaduan merah dan putih, oranye, ungu, hingga kuning.

Saat berbunga tampilan tanaman ini tampak anggun. Dalam mitologi, dia adalah jelmaan bidadari. Bunganya besar, dengan tangkai panjang menjulang. Laksana bidadari cantik semampai.

Itu sebabnya amarilis mendapat tempat tersendiri di kalangan pecinta tanaman hias. Banyak petani bunga yang memanfaatkan amarilis sebagai bunga potong.

Bunga amarilis bisa bertahan sampai dua minggu. Sementara umbi amarilis bisa bertahan puluhan tahun. Itu karena umbinya bisa menyimpan air yang berguna saat melewati musim kemarau. Amarilis juga mampu bertahan di tanah yang tandus dan kering seperti di Gunungkidul.

Bunga amarilis.
Tanaman ini biasanya tumbuh bergerombol. Itu sebabnya, kadang bunga ini seperti muncul begitu saja di kebun padahal karena umbinya masih tertanam di dalam tanah.

Meski sangat cantik, sayangnya tanaman ini tidak berbunga sepanjang tahun. Di Indonesia umumnya berbunga pada bulan November atau Desember, pada awal musim hujan.

Di Gunungkidul ada seorang yang sengaja menanam amarilis di kebunnya. Padahal di sana sebelumnya dianggap sebagai gulma. Jika petani menemukan amarilis di kebun, maka akan dimusnahkan atau disingkirkan.

Orang yang sengaja membudidayakan amarilis itu bernama Sukadi. Sosok sederhana, namun punya semangat tinggi. Kesehariannya dia berprofesi berjualan mainan anak.

Umbi atau tanaman yang disingkirkan para petani itu lalu dia minta untuk ditanam. Awalnya banyak yang mencibir bahkan menganggap Sukadi gila. Di Gunungkidul amarilis disebut brambang procot. Gara-gara itu dulu dia dipanggil Sukidi Procot atau cot begitu saja, untuk mengejek kebiasaan anehnya mengumpulkan umbi amarilis.

Taman bunga amarilis.
Tapi kini amarilis dibudidayakan oleh sebagian petani di Gunungkidul. Bahkan amarilis dijadikan puspa kecamatan Patuk.

Kebun milik Sukardi yang ditanami amarilis seluas 3500 meter persegi. Tak kurang dari 500 ribu batang tanaman amarilis menghiasi pekarangan rumahnya. Dia mulai membudidayakan bunga ini sekitar 2002.
Kebun amarilisnya sempat menjadi viral tatkala pada tahun 2015 lalu banyak pengunjung selfie di kebunnya.

Foto-foto kebun amarilis menghiasi media sosial dan media massa. Namun akibatnya kebun bunganya menjadi rusak terinjak-injak karena pengunjung masuk ke dalam kebun demi mendapatkan foto selfie yang diinginkan.

Dulu Sukadi belum membuat jalur khusus untuk pengujung agar mereka bisa menikmati bunga amarilis tanpa harus merusaknya.

Kini setiap tahun kebun amarilisnya selalu didatangi orang. Kebanyakan ingin menikmati keindahan bunga ini. Pengunjung mengagumi hamparan bunga amarilis di pekarangan rumahnya yang keindahannya tak kalah dengan taman bunga di Belanda.

Rumah Sukadi di kejauhan di tengah kebun bunga amarilis.
Harga tiket masuk ke kebunnya murah saja, hanya Rp 10 ribu perorang. Pengunjung bisa puas menikmati keindahan amarilis sambil foto-foto. Jika ingin membeli bibit, dia juga menyediakan untuk pengunjung. Harganya mulai dari Rp 5 ribu sampai Rp 15 ribu.

Lokasi kebun amarilis milik Sukadi mudah dijangkau. Letaknya pun berada di pinggir jalan utama yang menghubungkan Yogyakarta dengan Gunungkidul. Jarak dari kota Yogyakarta ke lokasi sekitar 23 km. Jika menggunakan kendaraan maka arahkan ke timur lalu selatan, menuju Bukit Bintang. Tak jauh dari Bukit Bintang, sekitar 3 km pengunjung akan tiba di taman amarilis ini. ***


No comments:

Post a Comment