Arsitektur Jawa di Kampung Jogja


Penyangga dari logam motif sulur.
Bersahaja namun tidak meninggalkan nilai seni serta fungsional. Begitulah bentuk dan ornamen bangunan di kampung-kampung Yogyakarta. Tampaknya ini seayunan dengan ciri hidup orang Jawa yang sederhana, selaras dengan alam sekitar, serta suka berinteraksi satu dengan yang lain. 

Kesederhanaan itu muncul dalam rupa atap, dinding, jendela dan pintu bangunan lama Jawa. Dalam soal warna, salah satu ciri khas bangunan lama di Yogyakarta adalah penggunaan cat berwarna putih pada keseluruhan dinding. Baik dinding dalam maupun luar. 

Sementara pada pintu, jendela, dan tiang menggunakan cat hijau, kuning, dan sedikit merah. Agaknya ini merupakan turunan dari arsitektur keraton yang dominan memakai warna-warna ini. Meski begitu, ada pula ditemukan bangunan yang memakai warna lain terutama warna pastel. 

Atap rumah tradisional Jawa sekurang-kurangnya mengambil bentuk limasan, joglo, tujug, dan pelana. Bagi mereka yang memiliki lahan luas dan menempati posisi terpandang biasanya rumah dilengkapi dengan pendopo. Pendopo adalah bangunan tanpa dinding dengan tiang dan struktur atap kayu sebagai ornamen utama. 

Pendopo biasanya digunakan sebagai tempat menerima tamu sebelum masuk ke ruangan dalam. Tempat ini juga dipakai untuk lokasi anak-anak bermain. Kerap pula dipakai untuk latihan menari, atau aktivitas kesenian lain seperti karawitan atau pertunjukkan wayang. 


Pola Kampung Jawa


Pintu krepyak 
khas Jawa.
Pada kurun waktu 1960-an, rumah-rumah di kampung Yogyakarta tidak sedikit yang masih memakai kayu dan bambu. Saat merebak penyakit pes, warga disarankan untuk mengganti struktur bambu di bagian atap rumah karena menjadi sarang tikus. 

Warga dulu menyebut rumah yang memakai bata sebagai omah gedong. Hanya beberapa yang memiliki rumah dengan struktur bata. Biasanya pemiliknya bangsawan atau kerabat keraton, pamong, atau pembesar. 

Jalan kampung umumnya masih berupa tanah yang diperkeras. Dekade berikutnya jalan mulai diaspal dan diperkeras dengan conblock. 

Ubin kuno kaya corak.
Pola jalan kampung yang seragam dan rapi masih bisa ditemukan di sekitar keraton Yogyakarta. Pola itu membentuk blok, dan dinamai sesuai nama pekerjaan abdi dalem, atau bangsawan.  

Di mulut jalan masuk kampung di Jogja biasanya terdapat gapura.  Sementara di depan rumah pembesar kerap ditemui kendi atau gentong berisi air siap minum. Ini diperuntukkan bagi siapa saja yang kehausan saat perjalanan. Maklum dulu masih banyak orang berpindah tempat dengan berjalan atau naik sepeda. 

Ciri khas lain adalah tembok tebal sekitar 40 cm. Berbeda dengan bangunan sekarang yang lebih tipis, tembok tebal ini terbukti lebih tahan gempa. Risiko dinding patah yang menyebabkan banyak korban saat gempa pada tembok model sekarang minim ditemui pada tembok bangunan lama. Tanaman-tanaman yang menyertai bangunan lama Jawa terutama di Yogyakarta antara lain palem kuning, daun mangkokan, kepel, tanjung, dan sawo. 

Jendela krepyak dulu mendominasi rumah kampung di Jogja. Biasanya terbuat dari kayu jati atau kayu keras lain. Jendela berpintu ini memiliki bagian yang tidak tertutup rapat. Keuntungannya, udara tetap bisa leluasa keluar masuk ruangan.***

No comments:

Post a Comment